Peraturan Dan
Regulasi ITE
Pengertian
Undang-Undang ITE
Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi ramai dibicarakan, ketika bergolaknya
kasus warga sipil yaitu Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS
Omni Internasional. Kemudian merambah pada kasus penghinaan wartawan infotainment
oleh artis Luna Maya . Kasus penuduhan penyemaran nama baik dan penghinaan itu
menyita banyak perhatian publik. Alih-alih, kini kasus tersebut berujung pada
perseturuan di meja hijau. Hingga kini, kontroversi masih kerap terjadi. Alasan
utamanya adalah terkekangnya hak untuk berpendapat, sehingga masyarakat seakan
tidak memiliki ruang lagi untuk saling berkeluh kesah. Akhirnya, hal itu memicu
lahirnya opini, barang siapa yang berani menulis pedas, maka harus siap
dihadapkan pada pasal-pasal UU ITE itu. Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Dasar
Pembentukan dan Penjelasan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dibuat dengan berbagai
dasar pikiran bahwa :
Pertama, pembangunan nasional sebagai suatu proses yang
berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang
terjadi di masyarakat;
Kedua, globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia
sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan
dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik
di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan
secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna
mencerdaskan kehidupan bangsa;
Ketiga, perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang
demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam
berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk
perbuatan hukum baru;
Keempat, penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus
terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
Kelima, pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam
perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
Keenam, pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi
Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan
Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya
dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
Pada
penjelasan UU ITE ini disebutkan bahwa :
Pemanfaatan Teknologi Informasi,
media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana
efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim
hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber
atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait
dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi,
hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir
mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem
komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan
memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem
elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan
telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau
program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan
untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan
teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik,
yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan
atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan
manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke
dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik
kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada
sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah
keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat
keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi
yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan
communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum
sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika
menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber
tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu
negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan
transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di
Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting,
mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum
acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan
untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam
waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi
pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan
melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari
perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika)
berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya
perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem
elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat
virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan
kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan
terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan
dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun
alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya
harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum
secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen
elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas
kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan
sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media,
dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat
tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek
hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi
gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan
hukum bersifat mutlak, karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan
teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Undang-Undang ini memiliki jangkauan
yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia
dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia
baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Yang
dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak
terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data
strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara,
kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Secara teknis perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada UU ITE ini dapat dilakukan, antara lain
dengan :
·
Melakukan komunikasi, mengirimkan,
memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun
yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
·
Sengaja menghalangi agar informasi
dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di
lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Kesimpulan :
Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Jadi peraturan dan regulasi ITE dibuat untuk mengatasi
gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan
hukum bersifat mutlak, karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan
teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Sumber :
http://supeeerblog.blogspot.com/2013/05/rangkuman-dan-contoh-kasus-peraturan_6767.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar